Portalborneo.or.id, Samarinda – Beberapa waktu lalu, Ketua TP PKK Samarinda Rinda Wahyuni Andi Harun mengusulkan agar adanya pemisahan data penduduk pendatang dengan warga asli Kota Samarinda terkait data stunting. Hal ini agar program yang dijalankan tepat sasaran.
Pemisahan data ini juga melihat dari pengalaman adanya perbedaan antara hasil survei dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) dan Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).
Dimana hasil data SSGI, terjadi kenaikan angka bayi balita stunting. Di tahun 2021, sebesar 21,6 persen. Pada tahun 2022, menaik menjadi 25,3 persen. Sedangkan di e-PPGBM, angka bayi balita stunting itu menurun. Dimana, dari jumlah 1403 anak balita atau 10,7 persen menjadi 1907 anak balita atau 9,8 persen.
Menjawa hal tersebut, Wakil Wali Kota (Wawali) Samarinda Rusmadi Wongso menyetujui usulan tersebut. Karena pemisahan data tersebut merupakan hal penting dalam penanganan stunting.
“Karena bagaimanapun juga semuanya Warga Negara Indonesia (WNI), tetapi pencatatan itu (pemisahan) penting. Karena jangan sampai intervensi yang kita lakukan bagi warga Samarinda tidak turun-turun karena ada pendatang baru,”ujar Rusmadi.
Sebenarnya, lanjut Rusmadi, pihaknya telah memiliki database yang dihimpun dari tingkat RT, kelurahan hingga ke kecamatan. Tetapi ia meminta agar pendataan tersebut bisa dilakukan lebih mendetail. Sehingga intervensi yang dilakukan pun bisa lebih maksimal dan tepat.
“Jadi kalau persoalan data, justru camat dan lurah yang harus melaksanakan clearing. karena keluarga yang beresiko stunting umumnya berasal dari keluarga yang lingkungannya kurang bersih, sanitasi kurang bersih,”tegasnya.
(Tim Redaksi Portalborneo.or.id/ADV/Sya*)