Portalborneo.or.id, Samarinda – Ketua Bapemperda DPRD Kota Samarinda Samri Saputra membenarkan terkait langkah Wali Kota Andi Harun yang menetapkan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kota (RTRW)
Sebelumnya, sempat terjadi polemik dalam penetapan raperda RTRW dalam pengesahannya di dewan. Dalam agenda pengesahan itu, sempat dua kali terjadi penundaan rapat paripurna, diakibatkan kuota forum tidak terpenuhi.
Dikatakan Samri Saputra, jika mengacu pada aturan yang ada, langkah Wali Kota Andi Harun itu sudah sesuai.
“Kalau mengacu PP (Peraturan Pemerintah) itu dibenarkan,” ujarnya.
Meskipun, dikatakan Samri lagi, bahwa PP itu disebutnya tetap harus mengacu pada Undang-Undang
“Tapi ada UU lagi di atasnya bahwa perda itu hanya bisa disahkan oleh anggota DPRD,” katanya lagi.
Dilihat ulang, PP yang dimaksud itu adalah PP Nomor 21 Tahun 2021.
Tim redaksi mendapatkan salinan PDF dari PP tersebut.
Pada pasal 82 PP tersebut, dijabarkan tentang diperbolehkannya walikota menetapkan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kota.
Hal itu diatur pada ayat (1) Dalam hal rancangan peraturan daerah kota tentang rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (5) belum ditetapkan, wali kota menetapkan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kota paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Menteri.
Lalu pada ayat (2) Dalam hal rancangan peraturan daerah kota tentang rencana tata ruang wilayah kota belum ditetapkan oleh wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka dalam waktu paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Menteri, rancangan peraturan daerah tersebut ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Sebagai informasi, revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Samarinda diambil alih Pemerintah Kota Samarinda.
Pengambil alihan ini setelah Paripurna di DPRD Samarinda tidak mencapai kesepakatan.
Sempat dilakukan 2 kali skors untuk memenuhi quota forum, namun tetap tidak terpenuhi, sehingga pimpinan paripurna menyerahkan sepenuhnya ke Pemerintah Kota.
Dinamika ini membuat DPRD Samarinda terbagi 2 kelompok antara yang setuju dan tidak setuju.
Fraksi Gerindra (8 orang) , Fraksi PAN (Jason, Suparno, Joko) dan Fraksi Nasdem (Kamaruddin dan Celni Pita Sari) hadir langsung dalam paripurna untuk menyetujui pengesahan Perda RTRW Kota Samarinda tahun 2023.
Tercatat hanya 13 orang anggota DPRD Samarinda yang menyetujui, sementara sisanya menolak dengan tidak hadir dalam sidang Paripurna yang digelar Selasa (14/2) kemarin.
Dikonfirmasi hal ini, Muhammad Rudi anggota Fraksi Gerindra mengaku setuju dengan pengesahan Perda RTRW Samarinda tahun 2023 ini.
Rudi menegaskan, Perda RTRW ini sangat penting untuk arah perbaikan Samarinda kedepannya.
“Kita sangat sepakat untuk segera disahkan, karena ini penting untuk arah pembangunan Samarinda kedepannya. Tidak punya alasan untuk menolak ini,” kata Muhammad Rudi.
Senada dengan rekannya, Jason, Ketua Fraksi PAN turut mendukung langkah Pemkot Samarinda segera mengesahkan Perda RTRW.
“Kita sudah mengupayakan langkah-langkah agar paripurna quorum, tapi setelah 2 kali skors tidak quorum, ya kita serahkan ke Pemerintah Kota mengambil alih. Toh tidak melanggar aturan, jelas aturannya,” tambah Jasno.
Sidang paripurna untuk segera mengesahkan Perda RTRW ini mengacu pada surat Kementrian Agraria dan Tata Ruang – Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) yang jatuh tenggat pada 13 Februari kemarin.
Namun setelah berkonsultasi, Pemkot Samarinda diberi waktu tambahan 1 hari (14 Februari) untuk menggelar semua tahapan termasuk sidang paripurna.
Perda RTRW Tak Masukkan Lagi Zona Tambang
Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Wali Kota Samarinda akan segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Samarinda tahun 2023.
“Satu dua hari ini akan kita sahkan,” kata Wali Kota Samarinda, Andi Harun.
Andi Harun menyebut ada perubahan paradigma pembangunan di Samarinda dengan disahkannya Perda RTRW nantinya.
“Ada perubahan paradigma pembangunan di kota ini. Sekarang pembangunan harus berbasis Tata ruang,” ungkap Andi Harun.
“Dulu punya Sertifikat Hak Milik, mau bangun Rumah toko, boleh. Di Perda RTRW yang baru kita cek dulu, kalau dia berada di zona perdagangan, maka tetap boleh, tapi kalau berada di zona industri, atau yang lainnya, maka tidak boleh. Itu bedanya paradigma baru RTRW 2014 dengan RTRW 2023,” lanjut Andi Harun.
Berikutnya, Perda RTRW 2023 tidak lagi memasukkan zona pertambangan di Samarinda.
“Samarinda akan memulai sejarah baru sejak tahun 2026. Dimana sejak tahun 2026 tidak ada lagi sejengkal tanah pun di Samarinda yang masuk zona pertambangan. Dan ini tertuang dalam Perdanya,” tegas Andi Harun.
Andi Harun menambahkan, untuk industri (tambang) yang sudah berjalan diberi waktu hingga 31 Desember 2025.
Setelah itu, per 1 Januari berlaku penghapusan zona pertambangan di Samarinda.
“Yang sedang berjalan silakan lanjutkan sampai 2026, setelah itu stop, tidak ada lagi. Dan Kepala Daerah tidak bisa lagi mengeluarkan deskresi sejak Perda ini berlaku,” lanjutnya.
“Pengecualian untuk Presiden atau pemerintah pusat yang mengeluarkan deskresi untuk kepentingan bangsa dan negara, ya bisa saja. Tapi saya sebagai kepala daerah tidak bisa lagi mengeluarkan deskresi untuk tambang,” tambahnya.
Andi Harun menambahkan, keputusan ini mengacu pada kebijakan nasional hingga ke daerah untuk memotivasi dan beradaptasi dengan perubahan iklim.
“Saya kira bencana banjir, longsor dan semacamnya di daerah ini sudah cukup jadi gambaran kalau Samarinda sudah tidak mau lagi bergantung pada sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui,” jelas Andi Harun.
Sebagai gantinya, Perda RTRW Samarinda tahun 2023 memantapkan diri sebagai kota jasa dan industri terbaharukan.
“Kota ini kita akan desain sebagai kota jasa perdagangan dan industri terbarukan, tidak lagi bergantung industri ekstraktif,” pungkas Andi Harun.
(Tim Redaksi Portalborneo.or.id)