Portalborneo.or.id, Samarinda – Tata cara pemberian penyaluran dan pertanggungjawaban belanja Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemerintah Daerah seperti yang diatur dalam Pergub Nomor 49 Tahun 2020 mendapat masukan keras Pokja 30 terutama pada poin yang mengatur penyerapan aspirasi mengharuskan berada di angka minimal Rp2,5 Milliar.
Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo menuturkan masukan terhadap Gubernur Kaltim. Kata dia, ketika membahas anggaran untuk rakyat sangat rumit pemikiran gubernur, namun saat membahas anggaran politik untuk dirinya sangat mudah.
Buyung menegaskan yang diurus provinsi Kaltim itu menyangkut 10 kabupaten/kota. Setiap tempat dan daerah itu punya kebutuhan dan keperluan berbeda. Tidak semua dianggap sama. Karenanya, apa yang dianggarkan, apa yang diperlukan dan apa yang masyarakat butuhkan.
“Kalau itu pembangunan dipatok, siapa yang bisa kelola. Khawatirnya, kalau keperluan hanya Rp 200 ribu tetapi harus menggunakan Rp 2,5 Miliar. Cara ngabisinnya gimana. Akan mubazir, sia-sia dan menuju korupsi,” kata Buyung.
Dia berpendapat, APBD harus dikelola dengan bijak. Artinya ketika program telah selesai akan seimbang dengan jumlah keluarnya uang agar tepat sasaran.
“Jangan sampai Pergub ini menghambat pembangunan. Harus direvisi. Harus sesuai keperluan,” ucapnya.
Orang yang duduk di pemerintahan hari ini jelas dibayar mahal oleh negara untuk berpikir. Namun, sambung Buyung, mereka tidak mampu menggunakan anggaran secara benar, justru selalu minta tambahan anggaran tetapi kualitas tetap rendah.
Buyung memberikan masukan agar setiap keputusan yang dibuat untuk publim itu harus melibatkan publik juga dalam perencanaannya.
“Karena selama ini tiap keputusan publik yang dibuat pemerintah tidak melibatkan publik. Selain itu setiap ada momentum seperti Musrembang dari tingkat Desa hingga Provinsi juga tidak melibatkan publik. Ya sudah ada tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda tapi tidak mewakili warga terdampak,” tegasnya.
(Tim Redaksi Portalborneo.or.id/Fris)