Akupedia.id, Tenggarong – Sebuah kisah dedikasi datang dari Kecamatan Sebulu, Kutai Kartanegara. Mustakim, guru SMA Nurul Yakin, memilih menjadikan sekolah tempatnya bekerja sekaligus tempat tinggal sementara. Keputusan itu bukan tanpa alasan. Jarak rumahnya di Desa Sanggulan yang mencapai hampir 20 kilometer, ditambah kondisi jalan yang kerap rusak, membuat perjalanan pulang-pergi menjadi tantangan tersendiri.
“Kalau kondisi jalan bagus saya pulang, tapi lebih sering menginap di sekolah,” ujarnya dengan nada tenang.
Mustakim biasanya memanfaatkan ruang perpustakaan sebagai tempat beristirahat. Ia mengaku kebiasaan menginap semakin sering dilakukan ketika sekolah tengah menghadapi agenda penting seperti ujian semester, rapat guru, atau saat ia membutuhkan jaringan internet stabil untuk menyelesaikan tugas administrasi. Di rumah, sinyal kerap bermasalah, sedangkan di sekolah ia bisa memastikan proses belajar dan tugas pendidik berjalan lancar.
Sebagai guru di sekolah swasta yang sejak berdiri pada tahun 2000 tidak memungut uang pangkal maupun SPP, besaran honor yang diterima Mustakim memang terbatas. Namun baginya, materi bukan alasan utama untuk bertahan.
“Soal gaji itu faktor kecil. Yang utama adalah bagaimana ilmu bisa ditransfer ke generasi berikutnya,” tuturnya.
Enam tahun telah ia jalani sejak pertama kali mengajar pada 2019. Dari semua perjalanan itu, Mustakim menyebut pengalaman paling membekas adalah ketika ia berhasil membantu siswa keluar dari masalah, baik dalam hal belajar maupun persoalan pribadi. Menurutnya, hubungan emosional antara guru dan siswa adalah bagian penting dari dunia pendidikan yang tidak bisa diukur dengan angka.
Ia juga menilai suasana kerja yang hangat dan penuh kekeluargaan menjadi penyemangat tersendiri.
“Yang penting nyaman bekerja dengan rekan-rekan. Materi itu nanti, yang utama hubungan dalam tim,” tambahnya.
Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) itu menegaskan bahwa pengabdian adalah prinsip utama yang membuatnya memilih jalur guru, meski tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan. Baginya, profesi guru tidak semata soal kompetensi akademik, tetapi juga kemauan untuk melayani dan membimbing generasi muda.
Dalam momentum peringatan Hari Guru Nasional ke-80, Mustakim menyampaikan pesan agar dunia pendidikan tetap berjalan pada jalur pengabdian, bukan diarahkan semata-mata pada keuntungan.
“Jangan sampai ilmu dibuat terlalu komersial. Kalau itu terjadi, generasi kita yang akan rugi,” pesannya.
Meski tantangan selalu ada, Mustakim menegaskan tak akan berhenti mengajar selama keberadaannya dibutuhkan.
“Ada ilmu yang bisa kita berikan kepada generasi yang membutuhkan. Kenapa tidak dipakai?” pungkasnya.
(Arf)