Portalborneo.or.id, Kutai Kartanegara – Jika berkunjung ke Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), patung ini akan sering ditemukan diberbagai tempat.
Patung ini adalah hewan yang menjadi simbol Kerajaan Kutai Kartanegara.
Bentuk hewan ini cukup unik, berbelalai bukan gajah, bertaring bukan harimau, bertaji bukan ayam.
Kisah kemunculannya di Sungai Mahakam terus menjadi legenda hingga saat ini.
Dikutip dari Grid.id, sosok berwarna keemasan nan berkilau ditempa matahari itu menjadi ikon penanda di halaman depan Museum Mulawarman, Tenggarong.
Patung satwa berbadan kuda yang berisisik dan bertaji.
Taringnya menghunus ganas yang mengapit belalai itu muncul dalam legenda masyarakat setempat.
Namanya Lembuswana, sang penguasa Sungai Mahakam, konon katanya bersemayam di palung sungai itu.
Patung Lembuswana merupakan karya seniman Burma pada pertengahan abad ke-19.
Namun, baru menghias pelataran kedaton Kutai Kartanegara sejak awal abad ke-20.
Kemunculan Lembuswana ini kerap dihubungkan dengan kisah lahirnya Putri Karang Melenu yang muncul bersama satwa mitologi itu dari dasar Sungai Mahakam.
Kelak sang putri menikah dengan Raja Aji Batara Agung Dewa Sakti.
Dari sang putri dilahirkan penerus dinasti raja-raja Kutai Kartanegara.
Lembuswana adalah makhluk mitologi yang menjaga Sungai Mahakam.
Lembuswana memiliki tubuh besar dan kuat seperti kerbau.
Namun, ia memiliki kepala seperti kuda dan tanduk panjang seperti badak.
Lembuswana juga memiliki sayap besar yang memungkinkannya terbang di atas Sungai Mahakam.
Menurut legenda, Lembuswana menjaga Sungai Mahakam dari bahaya dan memastikan bahwa airnya tetap bersih dan jernih.
Ia juga dikatakan dapat membantu nelayan menangkap ikan dengan memberikan petunjuk tentang tempat-tempat terbaik untuk menangkap ikan.
Meskipun Lembuswana hanya ada dalam cerita rakyat, ia masih menjadi bagian penting dari budaya Kalimantan Timur.
Banyak orang masih percaya bahwa Lembuswana benar-benar ada dan menjaga Sungai Mahakam hingga saat ini.
Leluhur warga Kutai mempercayai bahwa Sang Lembuswana merupakan tunggangan Mulawarman, yang bertakhta sebagai raja Kutai sekitar 1.500 tahun silam.
Tampaknya mirip dengan sebagian besar penganut Shiwa di Nusantara, bahwa lembu merupakan kendaraan Dewa Shiwa, Raja Majapahit pun dilambangkan sebagai Shiwa pula.
Satwa mitologi ini telah menjadi simbol keperkasaan dan kedaulatan seorang penguasa.
Unsur belalainya menandakan bahwa satwa ini juga perlambang sosok Ganesha, Dewa Kecerdasan.
Selain di Museum Mulawarman, patung Lembuswana raksasa juga menghiasi Pulau Kumala, tempat rekreasi di tengah Sungai Mahakam.
Lembuswana telah meretas masa, dari zaman kerajaan Hindu tertua sampai kasultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Namun, makna bagi warga Kutai tetap tidak berubah bahwa sosok ini mengikhtisarkan pula pemimpin mulia yang mengayomi rakyat.
(Tim Redaksi Portalborneo.or.id)