Portalborneo.or.id, Tenggarong – Menyambut Hari Raya Nyepi 2023, masyarakat Desa Kerta Buana di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, menggelar pawai Ogoh-ogoh.
Pawai Ogoh-ogoh yang diarak keliling desa itu digelar pada Selasa, 21 Maret 2023, berlangsung pada sore hari, dimulai pukul 17.00 WITA hingga 22.00 WITA.
Sekira 1.500 umat Hindu pun berkumpul di Pura Pasupati Desa Kertabuana, L4, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara.
“Kebetulan tahun ini pertama setelah Covid-19, dua tahun tidak ada ogoh-ogoh jadi kita laksanakan kembali tahun ini,” ujar Kepala Desa Kertabuana I Dewa Ketut Adi Basuki.
Ada 5 ogoh-ogoh yang diyakini sebagai roh jahat itu bakal diarak ratusan para pecalang (pemuda-pemudi) umat Hindu di Desa Kerta Buana sore ini.
Setelah diarak keliling desa dengan rute sepanjang 4 kilometer, ogoh-ogoh tersebut akan dibakar guna menghilangkan pengaruh jahat dari muka bumi.
“Ogoh-ogoh yang diarak hari ini baru kami buat. Anak-anak yang membuat ini di Pura secara bersama-sama selama satu bulan,” kata Kepala Desa.
Kegiatan pawai ogoh-ogoh yang merupakan bagian dari rangkaian jelang Hari Suci Nyepi ini menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Desa Kerta Buana.
Menurut I Dewa Ketut, pawai ogoh-ogoh hanya terjadi setahun sekali, sehingga banyak wisatawan dari berbagai daerah penasaran melihatnya.
“Antusias penonton sangat besar mungkin ada 1000an yang datang karena setahun sekali. Yang nonton dari Samarinda dan Tenggarong,” jelasnya.
Sebelum menggelar pawai ogoh-ogoh ada sejumlah rangakaian ibadah yang telah dilaksanakan oleh umat hindu di Kutai Kartanegara.
Pertama, prosesi Melasti yang memiliki arti membuang dan melepaskan segala kotoran agar kembali suci secara lahir dan bathin.
Ketiga, ngerupuk atau ngerupak, di laksanakan dengan berkeliling di halaman rumah dengan membawa obor dan memainkan bunyi-bunyian sembari menaburkan nasi tawur.
Malam pengerupukan di Kutai Kartanegara dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh keliling desa.
Ogoh-Ogoh termasuk seni patung yang berasal dari kebudayaan masyarakat Bali yang menggambarkan kepribadian dari Bhuta Kala.
Kemudian terakhir adalah Nyepi, menurut ajaran Hindu di Bali, terdapat empat pantangan yang diperhatikan saat Hari Raya Nyepi.
Keempat pantangan itu disebut dengan Catur Brata Penyepian, antara lain, Amati Geni berarti larangan untuk menyalakan api sepanjang hari.
Tidak memasak, tidak menyalakan lampu, yang juga berarti berpuasa dan tidak menikmati makanan atau minuman.
Amati Karya berarti larangan untuk bekerja fisik karena fokus untuk melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi.
(Tim Redaksi Portalborneo.or.id/Dzl)