Elon Musk Rancang Starlink Jadi Pusat Data Orbital, Langkah Awal Era Komputasi Luar Angkasa

Foto: Starlink

Akupedia.id – CEO SpaceX Elon Musk kembali mengguncang dunia teknologi dengan rencananya menjadikan konstelasi satelit Starlink sebagai pusat data di luar angkasa. Selama ini, Starlink dikenal sebagai penyedia layanan internet berkecepatan tinggi, namun Musk menilai potensinya jauh lebih besar yakni membangun infrastruktur komputasi global yang beroperasi langsung dari orbit.

Lewat unggahannya di platform X (sebelumnya Twitter), Musk mengindikasikan bahwa SpaceX sudah memiliki pondasi teknologinya melalui Starlink V3, generasi terbaru satelit internet tersebut.

“Sekadar meningkatkan skala satelit Starlink V3, yang memiliki koneksi laser berkecepatan tinggi, dapat dilakukan,” tulis Musk, seperti dikutip dari Ars Technica, Senin (3/11/2025).

“SpaceX akan melakukan ini.”

Saat ini, Starlink masih mengandalkan satelit V2 yang mampu menyalurkan data hingga 100 Gbps. Namun, Starlink V3 diklaim memiliki kapasitas sepuluh kali lipat lebih besar, mencapai 1 Tbps per satelit.

Baca juga  354 Juta Ponsel Aktif, Indonesia Didorong Jadi Pusat Ekonomi Digital 2030

Rencananya, SpaceX akan meluncurkan puluhan Starlink V3 menggunakan roket Starship, kendaraan peluncur raksasa yang kini masih dalam tahap uji coba. Jika sesuai jadwal, pengiriman satelit generasi baru ini akan dimulai pada paruh pertama tahun 2026.

Dokumen internal SpaceX menunjukkan bahwa satu satelit Starlink V3 memiliki berat sekitar 2.000 kilogram nyaris empat kali lebih berat dari versi V2 Mini. Musk bahkan memberi isyarat bahwa versi finalnya akan berukuran lebih besar lagi, untuk mengakomodasi “otak komputasi” yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi pusat data di orbit.

Antara Ambisi dan Skeptisisme

Gagasan membangun data center di luar angkasa memunculkan perdebatan di kalangan ilmuwan dan pelaku industri teknologi.

Baca juga  Grow A Garden Lampaui Fortnite, Pecahkan Rekor Pemain Aktif

Kelompok yang mendukung menilai proyek ini menjanjikan banyak keuntungan, seperti energi matahari yang tidak terbatas, efisiensi pendinginan alami di ruang hampa, serta minimnya dampak lingkungan dibandingkan pusat data di Bumi yang memerlukan konsumsi listrik besar dan sistem pendingin intensif.

Namun, pihak yang skeptis menilai ide tersebut belum realistis secara ekonomi. Biaya peluncuran, pemeliharaan, serta keterbatasan akses fisik terhadap perangkat keras di luar angkasa menjadi tantangan besar. Selain itu, teknologi komputasi tahan radiasi dan sistem keamanan siber di ruang angkasa masih perlu dikembangkan secara signifikan.

Tren Global Menuju Komputasi Orbital

Meski demikian, Musk bukan satu-satunya yang menaruh ambisi di bidang ini. Sejumlah perusahaan lain juga mulai mengeksplorasi konsep pusat data luar angkasa, terutama untuk mendukung infrastruktur kecerdasan buatan (AI).

Baca juga  Indosat Ooredoo Hutchison Tetap Tangguh di Tengah Tantangan, Dorong Inovasi dan Perluas Jangkauan Teknologi

Startup Starcloud, misalnya, tengah menyiapkan satelit uji coba yang membawa GPU Nvidia H100 untuk pelatihan model AI langsung dari orbit.

Sementara itu, mantan CEO Google, Eric Schmidt, telah mengakuisisi Relativity Space untuk mempercepat misi serupa. Di sisi lain, pendiri Amazon Jeff Bezos melalui Blue Origin juga pernah menyatakan bahwa pusat data di luar angkasa kemungkinan akan menjadi kenyataan dalam 10 hingga 20 tahun ke depan.

Jika visi Musk terealisasi, proyek ini bisa menjadi lompatan besar dalam sejarah komputasi global mengubah satelit bukan hanya sebagai alat komunikasi, melainkan infrastruktur inti bagi ekonomi digital dan kecerdasan buatan masa depan. (Arf)

Berita Lainnya