Populasi Pesut Mahakam Tinggal 60 Ekor, Peneliti Ingatkan Penangkaran Bukan Jalan Keluar

Pesut mahakam tampak di wilayah Desa Pela, Kutai Kartanegara. Populasi mamalia air tawar ini terus bersaing dengan aktivitas industri, rumah tangga, dan kerusakan lingkungan. FOTO: DOKUMENTASI YAYASAN KONSERVASI RARE AQUATIC SPECIES OF INDONESIA

Akupedia.id, Kutai Kartanegara – Keberadaan pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), satwa endemik sekaligus simbol Kalimantan Timur, kini benar-benar mengkhawatirkan. Populasinya diperkirakan hanya tersisa sekitar 60 ekor di Sungai Mahakam, membuat status keberlangsungan mamalia air ini berada di ambang kepunahan.

Pendiri Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (YK RASI), Daniela Kreb, menegaskan bahwa upaya penangkaran bukanlah solusi untuk menyelamatkan pesut. Menurutnya, pesut memiliki tingkat kecerdasan tinggi dan perilaku sosial yang kompleks, sehingga sulit beradaptasi di ruang terbatas.

“Kalau dipelihara di penangkaran, pesut bisa stres, bosan, bahkan mati. Di habitat aslinya, mereka bebas memilih ke mana berenang dan jenis ikan apa yang akan dimakan. Kalau hanya diberi satu macam pakan, itu bentuk penyiksaan,” ujar Daniela.

Baca juga  Jelang Musrenbang, Rahmat Dermawan Jemput Aspirasi Warga di Muara Jawa

Habitat Alami Harus Dijaga

Daniela menilai langkah paling tepat adalah melindungi ekosistem Sungai Mahakam. Ia mencontohkan program konservasi berbasis masyarakat di Desa Pela, Kutai Kartanegara, di mana warga setempat menjaga sungai serta menyesuaikan alat tangkap agar tidak membahayakan pesut.

Namun, tantangan di lapangan masih besar. Lalu lintas kapal yang padat, sedimentasi, serta pencemaran bahan kimia dari limbah industri dan cat kapal menjadi ancaman nyata. “Kami pernah menemukan kandungan tembaga dan kadmium di Sungai Mahakam. Itu sangat berbahaya bagi pesut maupun ekosistem sungai,” ungkapnya.

Baca juga  Membangun Masa Depan Bebas Stunting di Kutai Kartanegara

Selain faktor lingkungan, dukungan kebijakan juga dinilai krusial. Saat ini DPRD Kutai Kartanegara tengah merevisi Perda Perikanan Nomor 13 Tahun 2017 untuk memperkuat aturan, termasuk melarang penggunaan alat tangkap berbahaya seperti sawarang atau jaring berdiameter besar.

YK RASI bersama mitra juga terus mendorong penggunaan alat tangkap ramah lingkungan serta pemasangan perangkat pengusir ikan agar pesut tidak terjebak di wilayah berisiko.

Baca juga  Tingkatkan Penjualan, Pelaku IKM akan Pasarkan Produk di E-katalog

Ancaman Bagi Pesut dan Manusia

Daniela menekankan, menjaga kelestarian pesut sama halnya dengan melindungi kehidupan manusia. Pasalnya, kebutuhan pangan pesut seperti ikan baung, repang, kendia, dan udang juga menjadi sumber protein masyarakat di bantaran Mahakam.

“Kalau sungai rusak akibat limbah pabrik, kebun sawit, atau sampah rumah tangga, bukan hanya pesut yang akan punah. Manusia yang menggantungkan hidup dari sungai juga ikut terdampak,” tegasnya. (Arf)

Berita Lainnya