Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat momentum kuat setelah menemukan gunungan uang tunai sebesar Rp 11,8 triliun dalam pengusutan kasus korupsi yang melibatkan lima korporasi ternama. Uang tunai ini disita dari lokasi berbeda, termasuk kantor pusat dan gudang operasional salah satu perusahaan besar di Jakarta.
Penelusuran awal menyebutkan uang berasal dari jaringan suap, manipulasi kontrak, dan mark-up harga dalam proyek pemerintah, terutama di sektor infrastruktur dan pengadaan barang. Pihak penyidik akan menyertakan bukti visual dan dokumen transaksi sebagai bahan dakwaan. Rencana sidang perdana diperkirakan pada semester III–IV 2025 dengan agenda pembacaan dakwaan dan penetapan jadwal persidangan.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan Keuangan menyatakan bahwa temuan uang tunai ini akan dijadikan contoh untuk memperkuat sistem pengawasan transaksi keuangan korporasi. Masyarakat juga diimbau terus memantau perkembangan kasus agar akuntabilitas penanganan benar-benar diwujudkan. Transparansi kembali mendapatkan tempat utama dalam agenda reformasi sektor korporasi.
Penyidik akan berkoordinasi dengan Polri dan instansi penegak hukum lain untuk menentukan nasib para eksekutif korporasi yang terbukti terlibat. Berbagai macam peralatannya juga diinventarisir sebagai potensi barang bukti tambahan. Selain itu, KPK akan menyelidiki kemungkinan adanya dampak keuangan sistemik akibat pencucian uang dalam skala ini.
Kasus ini dipandang sebagai babak penting dalam mendorong peran korporasi untuk patuh hukum dan etika bisnis. Pemerintah menyampaikan komitmen kebijakan zero tolerance terhadap korupsi, termasuk yang terjadi di level perusahaan besar. Kekuatan bukti gunungan uang tunai diharapkan menjadi instrumen publik yang efektif menekan korupsi.