Kutai Kartanegara – Sedimentasi yang terus menumpuk di Sungai Belayan, Kecamatan Kembang Janggut, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), menjadi keluhan utama masyarakat di tiga desa yang bergantung pada sungai tersebut.
Kondisi tersebut telah berdampak buruk terhadap aktivitas sehari-hari warga dan mengakibatkan banjir yang kini lebih sering terjadi di permukiman yang sebelumnya tidak terdampak.
Sungai Belayan merupakan jalur utama transportasi, sumber penghasilan warga, serta lintasan kapal angkutan barang logistik kebutuhan masyarakat.
Tingginya sedimentasi di sungai ini membuat aliran air terganggu, sehingga berpengaruh besar pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.
Ferdy Kepala Urusan Umum Desa Kelekat, mengungkapkan bahwa banjir yang terjadi di daerahnya semakin sering dan parah akibat sedimentasi di Sungai Belayan.
“Biasanya, daerah yang lebih tinggi tidak pernah kena banjir. Tapi sekarang, setiap hujan, permukiman kami juga ikut tergenang. Setelah kami periksa, ternyata penyebabnya adalah tingginya endapan lumpur di sungai,” ungkapnya.
Warga dari Desa Kelekat, Desa Buntok, dan Desa Bukit Layang secara serentak mendesak agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara segera melakukan tindakan normalisasi. Namun, hingga saat ini, permohonan tersebut belum mendapatkan tanggapan memadai.
“Kami sudah memiliki gagasan untuk normalisasi sungai, tapi kami belum menyampaikannya secara resmi ke pemerintah kabupaten,” ungkap Ferdy.
Akibat sedimentasi yang semakin parah, masyarakat yang berprofesi sebagai petani sawit maupun nelayan merasakan dampaknya secara langsung.
Menurut Ferdy, banyak petani sawit yang kesulitan mengangkut hasil panen karena aliran air yang tersumbat, begitu pula para nelayan yang mengalami penurunan hasil tangkapan ikan.
“Kami sangat berharap agar Sungai Belayan segera dikeruk, supaya aktivitas kami bisa kembali normal,” lanjutnya.
Yus , warga lainnya, mengaku kebingungan harus mengadu ke mana terkait permasalahan ini. Ia berharap pihak pemerintah segera bertindak untuk menangani sedimentasi yang terus menumpuk.
“Kami bingung mau mengadu ke siapa. Harapan kami, baik pemerintah bisa segera turun tangan untuk menormalisasi Sungai Belayan,” ujarnya.
Situasi itu memperparah kondisi aliran sungai, yang sebelumnya merupakan urat nadi transportasi dan perdagangan bagi masyarakat Kembang Janggut.
Kepala Desa Bukit Layang, Silferius Sudi, menyampaikan bahwa pihaknya juga mendukung adanya normalisasi sungai.
Namun, ia menekankan perlunya koordinasi dengan pemerintah tingkat kecamatan dan kabupaten agar tindakan yang diambil memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kami mendukung adanya upaya normalisasi. Hanya saja, izin dan keputusan terkait harus datang dari tingkat kecamatan atau kabupaten, sehingga kami punya dasar yang jelas untuk bertindak,” tegas Silferius.
Data menunjukkan bahwa sedimentasi di Sungai Belayan menumpuk sepanjang 4.6 kilometer.
Saat ini, masyarakat tiga desa tersebut masih menunggu tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi sedimentasi di Sungai Belayan. Mereka berharap agar proses normalisasi bisa segera dimulai guna mencegah kerugian yang lebih besar dan mengembalikan kehidupan mereka ke kondisi normal.