Restitusi Tak Terbayar, Terpidana Pembunuhan Jurnalis Juwita Menyisakan Luka Ganda bagi Keluarga

Banjarbaru – Keluarga Juwita, jurnalis berusia 23 tahun yang menjadi korban pembunuhan, harus menghadapi kenyataan pahit. Selain kehilangan anggota keluarga, mereka juga tidak mendapatkan restitusi atas kerugian yang ditimbulkan karena pelaku, Kelasi Satu Jumran, menyatakan tidak mampu membayar ganti rugi senilai Rp 287 juta.

Putusan seumur hidup terhadap Jumran telah dijatuhkan oleh Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin. Namun, beban emosi keluarga korban belum sepenuhnya terangkat karena belum ada kepastian atas pemulihan hak mereka sebagai pihak yang terdampak langsung.

Baca juga  Aksi Nekat Bripka Handoko Buka Pintu Sel Tahanan Viral, Bikin Netizen Haru

Dana restitusi yang diajukan melalui LPSK tersebut mencakup biaya pemakaman, pengurusan jenazah, serta kerugian moril lain yang tak ternilai. Meski putusan hukum telah mengatur hal tersebut, keterbatasan ekonomi terpidana menghambat pelaksanaannya.

Jumran menyatakan hanya menerima gaji Rp 3,7 juta per bulan. Setelah potongan cicilan, ia hanya membawa pulang Rp 1,4 juta. Ia juga tidak memiliki harta lain yang bisa digunakan untuk membayar ganti rugi. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan publik mengenai efektivitas restitusi dalam sistem hukum militer.

Baca juga  Dua Rekor Kembang Api Terlama di Kaltim, Sambut Tahun Baru 2025 dengan Spektakuler

Dalam sidang sebelumnya, Jumran mengklaim bahwa aksinya dipicu oleh emosi sesaat karena merasa direkam oleh korban. Namun, pengakuan tersebut bertentangan dengan bukti yang menunjukkan adanya rencana pembunuhan. Hakim menyebut tindakan Jumran dilakukan dengan sadar dan disengaja.

Majelis hakim menegaskan bahwa unsur pembunuhan berencana dalam kasus ini sangat jelas. Tindakan Jumran disebut tidak bisa ditoleransi meskipun dilakukan oleh anggota militer aktif. Hukuman seumur hidup dinilai sebagai langkah tepat dalam menegakkan keadilan.

Baca juga  Seno Aji  Mendukung Unmul Jadi Episentrum Talenta IKN Nusantara

Selain hukuman fisik, pihak pengadilan juga mempertimbangkan pemecatan Jumran dari institusi militer. Keputusan administratif ini masih menunggu kekuatan hukum tetap, namun menjadi sinyal tegas terhadap disiplin anggota TNI.

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia dan menggugah kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum bagi profesi media. Keluarga Juwita berharap keadilan tidak hanya berhenti di balik jeruji, tetapi juga melalui pemulihan hak yang mereka miliki.

Berita Lainnya