Akupedia.id, TENGGARONG – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutai Kartanegara (Kukar) mengajak seluruh pihak untuk lebih peduli terhadap hak-hak pekerja perempuan yang sering kali masih dianggap sepele. Meski hak-hak ini sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, kenyataannya, banyak perempuan yang belum sadar sepenuhnya akan hak-hak mereka di tempat kerja.
Chalimatus Sa’diah, Kepala Bidang PUG, PP, PSDGA DP3A Kukar, menekankan perlunya pemahaman yang lebih mendalam terkait hak-hak pekerja perempuan.
“Masih ada banyak perempuan yang tidak tahu bahwa mereka memiliki hak untuk tidak dipecat hanya karena hamil atau menikah. Padahal, kesetaraan di tempat kerja adalah hal yang mendasar,” jelasnya.
Menurut Chalimatus, hak pekerja perempuan lebih dari sekadar formalitas hukum. Mereka memiliki hak istirahat saat haid, melahirkan, atau keguguran, seperti yang diatur dalam undang-undang.
“Pasal 81 (1) mengizinkan pekerja perempuan untuk tidak bekerja pada hari pertama dan kedua haid jika mengalami sakit dan memberitahukan pengusaha. Ini bukan soal kelonggaran, melainkan kebutuhan,” paparnya.
Ia menambahkan, Pasal 82 (1) juga memberikan hak bagi perempuan untuk istirahat selama 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan.
“Ini bukan semata-mata soal izin, tapi soal kesehatan ibu dan anak,” katanya.
Bagi pekerja yang mengalami keguguran, ada hak istirahat selama 1,5 bulan sesuai dengan Pasal 82 (2).
Selain itu, pekerja perempuan yang masih menyusui juga memiliki hak untuk menyusui anak mereka selama jam kerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 83. “Perusahaan perlu memberikan fasilitas yang mendukung, seperti ruang laktasi,” tambah Chalimatus.
Ia juga menyoroti pentingnya lingkungan kerja yang aman, terutama bagi pekerja perempuan yang sedang hamil.
“Pasal 76 (2) jelas melarang pengusaha mempekerjakan perempuan hamil dalam pekerjaan yang berisiko bagi kesehatan kandungan,” tegasnya.
DP3A Kukar berharap agar pemahaman tentang hak-hak ini semakin meluas, baik di kalangan pekerja perempuan maupun pengusaha.
“Ini bukan hanya soal kepatuhan terhadap hukum, tapi tentang menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil, sehat, dan manusiawi,” tutup Chalimatus.
Penulis : Reihan Noor